Senin, 18 Juli 2016

Kisah Siti Aisyah

KISAH SITI AISYAH

Aisyah binti Abu Bakar adalah istri dari Nabi Muhammad salallahi alaihi wassaalam. ‘Aisyah adalah putri dari Abu Bakar (khalifah pertama), hasil dari pernikahan dengan isteri keduanya yaitu Ummi Ruman yang telah melahirkan Abd al Rahman dan Aisyah. Beliau termasuk ke dalam ummul-mu'minin (Ibu orang-orang Mukmin). Ia dikutip sebagai sumber dari banyak hadits, dimana kehidupan pribadi Muhammad menjadi topik yang sering dibicarakan.
Aisyah binti Abu Bakar adalah satu-satunya istri Nabi Muhammad yang saat dinikah oleh Nabi Muhammad berstatus gadis. Sedangkan istri-istri Nabi Muhammad yang lain umumnya adalah janda.
Nama dan Nasab - Beliau adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abu Quhafah bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay. Ibunda beliau bernama Ummu Rumman binti ‘Umair bin ‘Amir bin Dahman bin Harist bin Ghanam bin Malik bin Kinanah.

1. Pernikahan dengan Nabi Muhammad SAW

‘Aisyah .ra terlahir empat atau lima tahun setelah diutusnya Rasulullah salallahi alaihi wassaalam. Ayah Aisyah, Abu Bakar merasa Aisyah sudah cukup umur untuk menikah, karena hal itu, Aisyah akan dinikahkan dengan Jubayr bin Mut'im, tetapi pernikahan tersebut tidak terjadi disebabkan Ayah Jubair, Mut‘im bin ‘Adi menolak aisyah dikarenakan Abu Bakar telah masuk Islam pada saat itu. Istri Mut'im bin Adi mengatakan tidak mau keluarganya mempunyai hubungan dengan para muslim, yang dapat menyebabkan Jubair menjadi seorang Muslim.

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun, dimana Aisyah menjadi istri ketiga Muhammad setelah Khadijah dan Saudah binti Zam'ah. Tetapi terdapat berbagai silang pendapat mengenai pada umur berapa sebenarnya Muhammad menikahi Aisyah? Sebagian besar referensi (termasuk sahih Bukhari dan sahih Muslim) menyatakan bahwa upacara perkawinan tersebut terjadi di usia enam tahun, dan Aisyah diantarkan memasuki rumah tangga Muhammad sejak umur sembilan tahun.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Ghulam Nabi Muslim Sahib, dengan berdasarkan referensi dari Kitab Ahmal fi Asma’ al-Rijjal karangan al-Khatib al-Tibrizi dimana dalam kitab tersebut disebutkan Setidaknya Aisyah berumur 19 tahun saat menikah dengan Nabi.


2.  Keutamaan Aisyah ra

Pribadi yang Haus Ilmu - Selama Sembilan tahun  hidup dengan Rasulullah saw. Beliau dikenal sebagai pribadi yang haus akan ilmu pengetahuan. Ketekunan dalam belajar menghantarkan beliau sebagai perempuan yang banyak menguasai berbagai bidang ilmu. Diantaranya adalah ilmu al-qur’an, hadist, fiqih, bahasa arab dan syair. Keilmuan Aisyah tidak diragukan lagi karena beliau adalah orang terdekat Rasulullah yang sering mengikuti pribadi Rasulullah.  Banyak wahyu yang turun dari Allah disaksikan langsung oleh Aisyah ra.

“Aku pernah melihat wahyu turun kepada Rasulullah pada suatu hari yang sangat dingin sehingga beliau tidak sadarkan diri, sementara keringat bercucuran dari dahi beliau.“ (HR. Bukhari).

Periwayat Hadist - Aisyah juga dikenal sebagai perempuan yang banyak menghapalkan hadist-hadist Rasulullah. Sehingga beliau mendapat gelar Al-mukatsirin (orang yang paling banyak meriwayatkan hadist). Ada sebanyak 2210 hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. Diantaranya terdapat 297 hadist  dalam kitab shahihain dan sebanyak 174 hadist yang mencapai derajat muttafaq ‘alaih. Bahkan para ahli hadist menempatkan beliau pada posisi kelima penghafal hadist setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas.

Kecerdasan dan keluasan ilmu yang dimiliki  Aisyah ra sudah tidak diragukan lagi. Bahkan beliau dijadikan tempat bertanya para kaum wanita dan para sahabat tentang permasalahan hukum agama, maupun kehidupan pribadi kaum muslimin secara umum.
Hisyam bin Urwah meriwayatkan hadis dari ayahnya. Dia mengatakan: “Sungguh aku telah banyak belajar dari ‘Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada ‘Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta pengobatan."

Pribadi yang Tegas dalam Menegakkan Hukum Allah - Aisyah juga dikenal sebagai pribadi yang tegas dalam mengambil sikap. Hal ini terlihat dalam penegakan hukum Allah, Aisyah langsung menegur perempuan-perempuan muslim yang melanggar hukum Allah.
Suatu ketika dia mendengar bahwa kaum wanita dari Hamash di Syam mandi di tempat pemandian umum. Aisyah mendatangi mereka dan berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. bersabda, ‘Perempuan yang menanggalkan pakaiannya di rumah selain rumah suaminya maka dia telah membuka tabir penutup antara dia dengan Tuhannya.“ (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Aisyah pun pernah menyaksikan adanya perubahan pada pakaian yang dikenakan wanita-wanita Islam setelah Rasulullah wafat. Aisyah menentang perubahan tersebut seraya berkata, “Seandainya Rasulullah melihat apa yang terjadi pada wanita (masa kini), niscaya beliau akan melarang mereka memasuki masjid sebagaimana wanita Israel dilarang memasuki tempat ibadah mereka.”

Di dalam Thabaqat Ibnu Saad mengatakan bahwa Hafshah binti Abdirrahman menemui Ummul-Mukminin Aisyah. Ketika itu Hafsyah mengenakan kerudung tipis. Secepat kilat Aisyah menarik kerudung tersebut dan menggantinya dengan kerudung yang tebal.
Pribadi yang Dermawan - Dalam hidupnya Aisyah ra juga dikenal sebagai pribadi yang dermawan. Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Aisyah ra pernah menerima uang sebanyak 100.000 dirham. Kemudian beliau meminta para pembantunya untuk membagi-bagikan uang tersebut kepada fakir miskin tanpa menyisakan satu dirhampun untuk beliau. Padahal saat itu beliau sedang berpuasa.
Harta duniawi tidak menyilaukan Aisyah ra. Meskipun pada saat itu kelimpahan kekayaan berpihak kepada kaum muslimin. Aisyah ra tetap hidup dalam kesederhanaan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Setelah Rasulullah meninggal dunia, Aisyah ra menghabiskan hidupnya untuk perkembangan dan kemajuan Islam. Rumah beliau tak pernah sepi dari pengunjung untuk bertanya berbagai permasalahan syar’iat . Sampai-sampai Khalifah Umar bin khatab dan Usman bin Affan mengangkat beliau menjadi penasehat. Hal ini merupakan wujud penghormatan  Umar dan Ustman terhadap kemuliaan Ilmu yang dimiliki oleh Aisyah ra.

3. Wafatnya ‘Aisyah .ra

‘Aisyah .ra meninggal pada malam selasa, tanggal 17 Ramadhan setelah shalat witir, pada tahun 58 Hijriyah. Yang demikian itu menurut pendapat mayoritas ulama. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau wafat pada tahun 57 H, dalam usia 63 tahun dan sekian bulan. Para sahabat Anshar berdatangan pada saat itu, bahkan tidak pernah ditemukan satu hari pun yang lebih banyak orang-orang berkumpul padanya daripada hari itu, sampai-sampai penduduk sekitar Madinah turut berdatangan.

‘Aisyah .ra dikuburkan di Pekuburan Baqi’. Shalat jenazahnya diimami oleh Abu Hurairah dan Marwan bin Hakam yang saat itu adalah Gubernur Madinah.

Sosok Aisyah ra merupakan teladan yang tepat bagi muslimah tanpa perlu menggembar-gemborkan masalah emansipasi yang terjadi saat ini. Keberadaan Aisyah sudah membuktikan bahwa perempuan juga diberikan posisi yang layak di zaman Rasulullah saw dan para shahabat.


Repost dari :

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2014/07/aisyah-binti-abu-bakar-istri-nabi-muhammad-saw.html

Kisah Siti Khadijah


Khadijah binti Khuwailid merupakan isteri pertama Nabi Muhammad saw. Nama lengkapnya adalah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za'idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy. Ia merupakan wanita as-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama masuk Islam). Khadijah dilahirkan pada tahun 68 sebelum Hijriyah, di sebuah keluarga yang mulia dan terhormat. Dia tumbuh dalam suasana yang dipenuhi dengan perilaku terpuji. Ulet, cerdas dan penyayang merupakan karakter khusus kepribadiannya. Sehingga masyarakat di zaman Jahiliyah menjulukinya sebagai At-Thahirah (seorang wanita yang suci). Selain itu, Khadijah juga berprofesi sebagai pedagang yang mempunyai modal sehingga bisa mengupah orang untuk menjalankan usahanya. Kemudian Khadijah akan membagi keuntungan dari perolehan usaha tersebut. Rombongan dagang miliknya juga seperti umumnya rombongan dagang kaum Quraisy lainnya.

1. Memberikan Pekerjaan Kepada Muhammad

Lalu, suatu saat dia mendengar tentang Muhammad, sesuatu yang menarik perhatian Khadijah tentang kejujuran, amanah, dan kemuliaan akhlak beliau. Pada saat itu, Abu Thalib berkata pada keponakannya, Muhammad saw, “Aku adalah orang yang tidak mempunyai harta sedangkan kebutuhan zaman semakin hari semakin mendesak. Umur telah kita lalui dengan sia-sia tanpa ada harta dan perniagaan. Lihatlah Khadijah, dia mampu mengutus beberapa orang untuk menjalankan niaganya, sehingga mereka mendapatkan hasil dari barang yang diniagakan. Andai engkau datang kepadanya (untuk menjalankan niaganya) dengan keutamaanmu dibandingkan yang lainnya, tentu tidak akan ada yang menyaingimu, terutama sekali dengan kesucianmu.” Kemudian Khadijah memberikan pekerjaan kepada Rasulullah agar menjalankan barang dagangannya ke negeri Syam dengan ditemani anak bernama Maisarah. Beliau diberi modal yang cukup besar dibandingkan lainnya. Rasulullah menerima pekerjaan tersebut dan disertai Maisarah menuju kota Syam. Sesampainya di negeri tersebut beliau mulai menjual barang dagangannya, dan kemudian hasil dari penjualan tersebut beliau belikan barang lagi untuk dijual di Makkah. Setelah misi dagangnya selesai, beliau bergabung dengan kafilah kembali ke Makkah bersama Maisarah. Keuntungan yang didapatkan Rasulullah sungguh berlipat ganda, sehingga Khadijah menambahkan bonus untuk beliau dari hasil penjualan tersebut.


2. Muhammad Menikah dengan Khadijah

Sesampainya di Makkah, Maisarah menceritakan perilaku baik Muhammad yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Khadijah merasa tertarik dengan cerita tersebut dan segera mengutus Maisarah untuk datang pada Muhammad dan menyampaikan pesannya untuk beliau. “Wahai anak pamanku, aku senang kepadamu karena kekerabatan, kekuasaan terhadap kaummu, amanahmu, kepribadianmu yang baik, dan kejujuran perkataanmu.” Kemudian Khadijah menawarkan dirinya kepada Muhammad. Rasulullah menceritakan perihal ini kepada para pamannya. Tidak lama kemudian Hamzah bin Abdul Muthalib bersama Muhammad datang pada Khuwailid bin Asad, bermaksud meminang putrinya itu untuk Muhammad.
Kemudian Khuwailid berkata, “Dia itu kuda yang tidak dicocok hidungnya.” (Maksudnya, seorang yang mulia). Muhammad kemudian menikahi Khadijah dan memberinya dua puluh unta muda. Saat itu Khadijah berumur 40 tahun dan Muhammad berumur 25 tahun. Dialah perempuan pertama yang dinikahi Nabi saw, dan beliau tidak menikah dengan siapa pun kecuali setelah Khadijah meninggal dunia. Dari Khadijah lahirlah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah.


3. Orang Pertama Beriman pada Kenabian Muhammad

Saat menerima risalah kenabian, Khadijah merupakan orang pertama yang percaya kepada Allah dan Rasul beserta ajaran-ajaran-Nya. Nabi Muhammad pun tidak menghiraukan berbagai ancaman dan propaganda yang datangnya dari kaum musyrikin. Karena disampingnya terdapat sang kekasih pilihan Allah yang dengan setia mendampingi dan memperkuat aktifitas dakwahnya, sehingga terasa ringan beban yang diemban dan ringan pula menghadapi cobaan apa pun yang dilakukan oleh kaumnya. Setelah menerima wahyu pertama di Gua Hira, Rasulullah kembali ke rumah dengan perasaan takut seraya berkata kepada Khadijah, ”Selimuti aku! Selimuti aku!” Maka Khadijah menyelimutinya hingga hilang perasaan takutnya itu. Beliau menceritakan semua yang telah terjadi. “Aku khawatir pada diriku,” kata Rasulullah.
Khadijah menjawab, “Tidak perlu khawatir, Allah tidak akan pernah menghinakanmu, sesungguhnya engkau orang yang menjaga tali silaturrahmi, senantiasa mengemban amanah, berusaha memperoleh sesuatu yang tiada, selalu menghormati tamu dan membantu orang-orang yang berhak untuk dibantu.”


4. Menemui Pendeta Waraqah

Khadijah mengajak suaminya menemui Waraqah bin Naufal, sepupunya yang memeluk agama Nasrani di zaman Jahiliyah dan menulis buku Injil dengan bahasa Ibrani. “Dengarkan sepupuku, kata-kata dari keponakanmu ini!” kata Khadijah.
“Wahai keponakanku, apa yang engkau lihat?” tanya Waraqah pada Muhammad saw. Rasulullah menceritakan tentang apa yang telah dilihatnya.
Waraqah berkata, “Ini adalah Malaikat yang telah Allah turunkan kepada Nabi Musa. Andai aku dapat bertahan, aku berharap masih hidup ketika kaummu mengusirmu.”
Rasulullah bertanya, “Kenapa mereka mengusirku?”
“Tidak seorang pun yang datang dengan sesuatu sebagaimana yang kau emban ini kecuali dimusuhi oleh kaumnya. Jika aku masih hidup sampai pada harimu, tentu aku akan menolongmu dengan sungguh-sungguh,” jawabnya.
Waraqah tidak sempat terlibat dalam aktifitas dakwah Nabi, karena keburu meninggal dunia dan tidak sempat mendengarkan ajaran wahyu yang diturunkan pada Muhammad SAW.


5. Isteri Yang Dicemburui 'Aisyah

Rasulullah dan Khadijah tetap berdiam di Makkah dan melakukan shalat secara rahasia dengan kehendak Allah. Khadijah memang sangat dicintai dan dihormati oleh Rasulullah. Beliau juga tidak pernah berselisih dengan apa yang dikatakan Khadijah pada beliau, terutama pada saat sebelum wahyu turun. Bahkan walau Khadijah telah tiada, Rasulullah selalu menyebut-nyebutnya dalam setiap kesempatan, dan tidak bosan-bosan memujinya. Sehingga Aisyah, Ummul Mukminin, merasa cemburu. Sampai suatu saat, Aisyah berkata pada Rasulullah, “Allah telah mengganti wanita tua itu.” Tentu saja Rasulullah tersinggung dengan ucapan Aisyah ini, hingga ia berkata pada dirinya, “Ya Allah, hilangkanlah perasaan marah Rasulullah terhadapku dan aku berjanji untuk tidak lagi menjelek-jelekkan Khadijah.”
Aisyah pernah berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada istri-isrti Rasulullah kecuali pada Khadijah. Walaupun aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Rasulullah sering menyebutnya setiap saat. Ketika beliau memotong kambing, tak lupa beliau sisihkan dari sebagian daging tersebut untuk kerabat-kerabat Khadijah. Ketika aku katakan, seakan-akan tidak ada wanita di dunia ini selain Khadijah. Beliau berkata, sesungguhnya dia telah tiada dan dari rahimnya aku dapat keturunan.”
Aisyah berkata, “Dulu Rasulullah saw. setiap keluar rumah, hampir selalu menyebut Khadijah dan memujinya. Pernah suatu hari beliau menyebutnya sehingga aku merasa cemburu. Aku berkata, ‘Apakah tiada orang lagi selain wanita tua itu. Bukankah Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik?’ Lalu, Rasulullah marah hingga bergetar rambut depannya karena amarah dan berkata, ‘Tidak, demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik darinya. Dia percaya padaku di saat semua orang ingkar, dan membenarkanku di kala orang-orang mendustakanku, menghiburku dengan hartanya ketika manusia telah mengharamkan harta untukku. Dan Allah telah mengaruniaiku dari rahimnya beberapa anak di saat istri-istriku tidak membuahkan keturunan.’ Kemudian Aisyah berkata, ‘Aku bergumam pada diriku bahwa aku tidak akan menjelek-jelekannya lagi selamanya.”

6. Khadijah Meninggal Dunia

Khadijah, seorang tangan kanan Rasulullah yang senantiasa membantu beliau dalam menjalankan dakwah dan menyebarkan ajaran-ajarannya, meninggal pada tahun ke-3 sebelum Hijrah di kota Makkah pada usia 65 tahun. Di saat ajal menjemputnya, Rasulullah menghampiri Khadijah sembari berkata, “Engkau pasti tidak menyukai apa yang aku lihat saat ini, sedangkan Allah telah menjadikan dalam sesuatu yang tidak engkau kehendaki itu sebagai kebaikan.”

Saat pemakamannya, Rasulullah turun ke liang lahat dan dengan tangannya sendiri memasukkan jenazah Khadijah. Wafatnya Khadijah merupakan musibah besar, di mana setelahnya diikuti berbagai musibah dan peristiwa yang datangnya secara beruntun. Rasulullah SAW memikul beban dengan penuh ketabahan dan kesabaran demi mencapai ridha Allah SWT.



Repost dari : 
http://www.jadipintar.com/2015/05/Kisah-siti-khadijah-isteri-pertama-nabi-muhammad-dan-yang-pertama-beriman.html